ads

Adab dan Sebab Terkabulnya Doa

Adab dan Sebab Terkabulnya Doa

Berikut ini adalah adab-adab dalam berdoa dan beberapa faktor penyebab dikabulkannya doa: [1]
  1. Ikhlas berdoa karena Allah semata. Sebagaimana surah Al-Mu'min ayat 14 dan Al-Bayyinah ayat 5.
  2. Mengawali doa dengan pujian dan sanjungan kepada Allah, lantas diikuti bacaan shalawat kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, kemudian mengakhirinya dengan cara yang sama.
  3. Bersungguh-sungguh dalam berdoa, serta yakin bahwa setiap permohonan yang dipanjatkan pasti akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
  4. Mendesak dengan penuh tawadhu atau kerendahan hati saat berdoa dan tidak terburu-buru memohonkannya.
  5. Menghadirkan hati dalam doa.
  6. Memanjatkan doa baik saat dalam keadaan lapang maupun ketika susah.
  7. Tidak boleh berdoa dan memohon sesuatu kecuali kepada Allah semata.
  8. Tidak mendoakan keburukan bagi keluarga, harta, anak dan diri sendiri.
  9. Merendahkan suara ketika berdoa, yaitu antara samar-samar dan keras. Ini sebagaimana dalam surah Al-A'raf ayat 55 dan 205. [2]
  10. Mengakui dosa yang telah diperbuat, kemudian memohon ampunan atasnya, serta mengakui segala nikmat yang telah diterima, dan bersyukur kepada Allah atas nikmat tersebut.
  11. Tidak perlu membebani diri dengan membuat sajak dalam berdoa.
  12. Thadarru' (merendahkan diri), khusyu', raghbah (rasa takut tidak dikabulkan). Sebagaimana surah Al-Anbiyaa' ayat 90.
  13. Mengembalikan hak orang lain yang dizhalimi disertai dengan taubat.
  14. Memanjatkan doa tiga kali.
  15. Menghadap kiblat.
  16. Memanjatkan doa dengan mengangkat kedua tangan. Untuk lebih jelasnya baca juga Mengangkat Tangan Saat Berdoa.
  17. Jika mungkin, hendaklah berwudhu terlebih dahulu sebelum memanjatkan doa kepada Allah. [3]
  18. Tidak boleh berlebih-lebihan dalam berdoa. [4]
  19. Bertawassul kepada Allah dengan Asmaa-ul Husna dan sifat-sifat-Nya yang Mahatinggi, atau dengan amal shalih yang pernah dikerjakan sendirian atau dengan doa seorang shalih yang masih hidup [5] dan berada di hadapannya.
  20. Setiap makanan dan minuman yang dikonsumsi serta pakaian yang dikenakan harus berasal dari usaha yang halal.
  21. Tidak berdoa untuk suatu dosa atau untuk memutus silaturahmi.
  22. Menjauhi segala macam kemaksiatan.
  23. Harus menegakkan amar ma'ruf nahi munkar, yaitu dengan cara menyuruh kepada suatu kebaikkan serta mencegah dari suatu kemungkaran.
  24. Disunnahkan memulai doa dengan mendoakan diri sendiri, baru kemudian mendoakan orang lain. [6]


[1] Lihat dalil dan uraian bahasan ini dalam kitab:
  1. Adz-Dzikr wad Du'aa' minal Kitaab was Sunnah (hlm. 88-100).
  2. Shahiih al-Adzkaar (II/955-969) karya an-Nawawi.
  3. Ad-Daa' wad Dawaa' (hlm. 14-21) karya Ibnul Qayyim, dengan tahqiq Syaikh Ali Hasan.
  4. Ad-Du'aa' (hlm. 7-32) karya Husain Awayisyah.
  5. Ad-Du'aa' (hlm. 37-52, 85-90) karya Muhammad Ibrahim al-Hamd.
  6. An-Nubadz al-Mustathaabah fii ad-Da'awaatil Mustajaabah (hlm. 26-47) karya Syaikh Salim bin Ied al-Hilali.
  7. Tash-hiihud Du'aa' (hlm. 21-35) karya Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid.
[2] Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam melarang umat Islam berdoa dengan suara keras. Sebab sewaktu mendengar para sahabat radhiyallahu anhum berdoa dengan suara keras, beliau Shalallahu Alaihi Wassalam pun bersabda: "Kasihanilah diri kalian. Karena kalian tidak sedang berdoa kepada Rabb yang tuli dan jauh, melainkan kalian sedang berdoa kepada Rabb Yang Maha Mendengar dan Mahadekat." Hadits ini shahih. Ia diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6384) dan Muslim (no. 2704). Lihatlah Fat-hul Baari (XI/187-188).

[3] Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam pernah berwudhu, lalu mengangkat kedua tangannya untuk berdoa: "Ya Allah, ampunilah Ubaid Abi Amir ..." HR. Al-Bukhari (no. 4323) dan Muslim (no. 2498).

[4] Misalnya:
  1. Tidak memohon yang mustahil, seperti supaya dijadikan Nabi atau dikekalkan di dunia.
  2. Tidak berdoa dengan terperinci, seperti meminta Surga berikut kenikmatan dan istananya, juga hal terkait lainnya satu per satu.
  3. Mohon perlindungan dari masuk Neraka, dari apinya, belenggu dan rantainya, dan lain-lain.
  4. Mengeraskan atau meninggikan suara. Lihat an-Nubadz (hlm. 75) dan Fiqhud Du'aa' (hlm. 135-138).
[5] Adapun tawassul dengan orang yang sudah mati tidaklah diperbolehkan. Ini tidak ada contohnya dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, tidak juga dari para sahabat radhiyallahu anhum, bahkan ia termasuk perbuatan bid'ah dan karenanya seseorang dapat terjatuh ke dalam perbuatan syirik. Lihat at-Tawassul Anwaa'uhu wa Ahkaamuhu karya Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani.

[6] Terkait dengannya, terdapat satu riwayat dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, bahwa beliau berdoa untuk diri sendiri dahulu. Ada pula riwayat bahwa beliau pernah tidak memulai dari diri sendiri seperti doa untuk Anas, Ibnu Abbas, Ummu Isma'il, dan Sahabat yang lainnya. Lihat keterangan terperinci perihal masalah ini dalam kitab Syarhun Nawawi lish Shahiih Muslim (XV/144), juga Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan at-Tirmidzi (IX/328), dan al-Bukhari yang disertai kitab Fat-hul Baari (I/218).
Show comments
Hide comments
0 Komentar untuk : Adab dan Sebab Terkabulnya Doa